BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Plankton adalah pakan alami dan utama bagi larva ikan, crustacea seperti
udang serta merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme budidaya. Plankton di kelompokkan atas phytoplankton dan
zooplankton. Phitoplankton dibedakan atas phitoplankton coklat (brown algae )
dan phytoplankton hijau (green algae). Phitoplankton dibedakan atas
phitoplankton coklat (brown algae ) dan phytoplankton hijau (green algae).Pakan
ini hidup bebas diberbagai perairan, baik perairan tawar, payau maupun laut dan mampu berkembang
dengan secara cepat. Pemberian plankton dalam jumlah besar pada larva tidak
memungkinkan dilakukan dengan penangkapan atau penyaringan air laut bebas
mengingat ketersediaannya di alam sangat terbatas dan membutuhkan waktu yang
cukup lama sehingga tidak efisien. Oleh karena itu perlu dilakukan budidaya
atau kultur plankton untuk mendapatkan plankton dalam jumlah besar.
Permasalahan ketersediaan pakan alami biasanya terjadi
pada kegiatan budidaya. Jumlah pakan alami sangat tergantung pada faktor
manusia yang memelihara, baik dari jumlah, jenis, maupun waktu pemberiannya.
Menurut Coutteau (1996), phytoplankton merupakan dasar dalam mata rantai
ekosistem perairan yang dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan hidup untuk pakan
organisme budidaya. Sampai saat ini terdapat lebih dari 40 spesies
phytoplankton yang telah berhasil di budidayakan guna memenuhi kebutuhan pakan
alami untuk kegiatan budidaya ikan dan crustacea.
Dalam
mempertahankan dan menjaga ketersediaan pakan alami untuk pemberian pada ikan
dan udang perlu dilakukan kultur pakan
alami yang berkualitas dan kuantitas tinggi secara kontinyu.Jenis pakan alamipun berbagai macam
namun secara umum di kelompokkan menjadi dua jenis yaitu hewan dan tumbuhan dan
dari segi warnapun dikelompokkan menjadi dua warna yaitu hijau dan coklat.
1.2. Tujuan dan kegunaan
Adapun
tujuan dari kegiatan praktek budidaya pakan alami adalah untuk mengetahui cara
membudidayakan pakan alami baik skala laboratorium maupun skala massal.
Kegunaan
dari kegiatan praktek ini adalah sebagai bahan informasi dan memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa macam-macam pakan alami dan bagaimana cara
membudidayakannya baik skala laboratorium maupun skala missal.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Plankton
Coklat
Plankton coklat adalah kelompok alga yang unik dengan
dinding sel yang terbentuk dari silikon dioksida. Dinding selnya dipenuhi
banyak lubang sehingga tampak seperti ayakan (saringan) dan secara komersial
dapat digunakan sebagai perlengkapan dalam beberapa peralatan filter. Dua
kelompok utama didasarkan atas dinding sel yang simetris, baik bilateral maupun
radial. Memiliki ciri-ciri tanaman tingkat tinggi dan termasuk dalam organisme
eukaryotik. Tidak memiliki flagella kecuali pada beberapa spesies tertentu.
Semua jenis memiliki kloroplas dan DNA mereka berada di dalam nukleus. Mereka
hanya memiliki chlorophyl a dan c serta beberapa carotenoid
seperti fucoxanthin sehingga membuat mereka berwarna kecoklatan. Organisme ini
biasa digunakan sebagai pakan dalam budidaya (Fast, A.W dan
Laster L.J., 1992).
A.
Chaetoceros sp
Klasifikasi dan Morfologi Chaetoceros, sp menurut (Isnansetya dan Kurniastuty, 1995) adalah :
Chaetoceros sp merupakan salah
satu diatom :
Phyllum : Chrysophyta
Class : Bacillariopohyceae
Ordo :
Centroles
Famili : Chaetoceros
Spesies : Chaetoceros sp
Organisme
ini merupakan sel tunggal dan dapat membentuk rantai menggunakan duri yang
saling berhubungan dari sel yang berdekatan. Tubuh utama berbentuk seperti
petri dish. Jika dilihat dari samping organisme ini berbentuk persegi dengan
panjang 12-14 m dan lebar 15-17 m, dengan duri yang menonjol dari bagian
pojok. Selnya dapat membentuk rantai sebanyak 10-20 sel dan mencapai panjang
200 m. Populer sebagai pakan rotifer, kerang-kerangan, tiram, dan larva udang ( Isnansetya dan
Kurniastuty, 1995).
A. Pelaksanaan Kultur Chaetocero sp
a. Kultur Murni (carboy/toples)
Adapun cara kultur murni (carboy) dilakukan dengan cara (Cahyaningsih, 2005) :
·
Media bersalinitas 31-32 ppt
·
Pupuk mix grade PA
·
Sterilisasi chlorinasi 10 ppm,
dan thiosulfat ≤ 5 ppm
·
Pertahankan pada suhu 25 0C,
pada lampu TL 40 watt 2 buah
·
Pemberian stater 1:7
·
Suplay co2 aerasi
·
Inkubasi 5-7 hari
b. Kultur Semi Massal (Intermediet)
Di Fry Production Unit sendiri
dilakukan pengelolaan dan penyediaan Chetoceros sp mulai skala
intermediate ( volume kultur 6 Ton) sampai skala.
Kultur skala semi massal dimulai
dari volume 100/150 liter hingga 500 liter dan 1000 liter yang diletakkan di
luar laboratorium (outdoor) (Ditjenkan 2005).· Persiapan media: wadah yang
digunakan untuk kultur dibersihkan dengan sabun setelah itu, dibilas dengan air
tawar. Air laut bersalinitas 30-32 ppt disaring dengan filter bag dab dikaporit
5-10 ppm, diaerasi kuat dibiarkan kurang lebih 12-24 jam, tes chlor jika masih
ada dan dinetralisir dengan natrium thiosulfat sebanyak ≤ 5 ppm.
·
penyiapan bak kultur sesuai dengan
kebutuhan/rencana kulturnya· Pemupukan dengan pupuk semi massal
·
Pembibitan: bibit yang digunakan
berasal dari kultur skala laboratorium dengan kepadatan awal kultur kurang
lebih 2 juta sel/ml.
·
Pemanenan: setelah 5-6 hari
dilakukan pemanenan dengan kepadatan mencapai 12-16 juta sel/ml untuk
selanjutnya ditransfer ke kultur skala massal.
c. Kultur Massal
Massal ( Volume Kultur
30-50 Ton ) Dengan Detail Kegiatan Sebagai Berikut :
1.
Persiapan
Alat Dan Bahan
a) Siapkan peralatan yang akan digunakan untuk kultur phytoplankton yakni
NO
|
JENIS ALAT
|
SPESIFIKASI
|
1
|
Fiber tank tansparan
|
1000 liter
|
2
|
Filter bag
|
Rich Filter Green 6 inch/80 cm. Ukuran 88 cm x 30 cm
|
3
|
Timbangan duduk
|
Kapasitas 2 Kg.
|
4
|
Pitcher
plastik.
|
1000 ml
|
5
|
Ember
plastik
|
5 gallon
|
6
|
Beaker glass
|
500 ml
|
7
|
Selang benang
|
1” , 15 meter
|
8
|
Erlenmeyer Glass
|
1000 ml (u/ tempat Vitamin)
|
9
|
Gayung hatchery
|
Æ 8.5 inchi
|
10
|
Pupuk
|
Lihat tabel komposisi pupuk
|
11
|
Pompa submersible 1,5 HP
|
-
|
12
|
Pompa sentrifugal 2 HP
|
-
|
13
|
Pompa DUB 0,5HP
|
-
|
b) Cuci bersih semua peralatan yang akan digunakan untuk kultur phytoplankton,
dengan menggunakan larutan detergent dan bilas dengan air tawar.
c) Keringkan peralatan yang sudah dicuci sebelum digunakan.
2. Persiapan Air Media (Media Kultur)
a) Siapkan air dengan salinitas 25-27 ppt yang sudah diozon dan disaring
dengan menggunakan filter bag.
b) Masukkan EDTA2Na 3-5 ppm kedalam media dan beri aerasi dengan kekuatan
sedang selama ± 12 jam.
c) Sterilisasi
air laut dengan diberi kaporit 5 ppm dilakukan pengadukan /pengudaraan selama
24 jam, clorin test digunakan untuk mengetahui kenetralan air
d) Masukkan pupuk sesuai dosis yang tertera pada tabel :
KOMPOSISIS
PUPUK INTERMEDIATE & MASSAL
|
||||
PADA KULTUR CHETOCEROS
|
||||
Jenis Pupuk
|
30 Liter
|
1000 Liter
|
6000 Liter
|
Masal
|
Skelon
|
25
|
20
|
20
|
5
|
Urea
|
-
|
-
|
-
|
25
|
TSP
|
-
|
-
|
-
|
5
|
NPK
|
-
|
-
|
-
|
10
|
Silikat
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Vitamin B12*
|
4
|
4
|
4
|
2
|
Vitamib H*
|
4
|
4
|
4
|
2
|
3. Untuk bibit
yang diperlukan 20% dari volume total, salinitas 28-30 ppt, suhu air 30 0c,
ph 8, cahaya yang dibutuhkan 10.000 lux (outdoor).
4. Persiapan Pupuk
a)
Pupuk yang digunakan yaitu 40-50 ppm KNO3,
20-25 ppm Na2HPO4, 10-15 ppm NA2SiO3,
1-5 ppm FeCl3 dan 1-5 ppm EDTA (tergantung kandungan zat organik
terlarut di perairan tersebut
b)
Skelon dan pupuk pertanian direndam dalam air tawar
selama 12-15 jam, kemudian disaring dan haluskan dengan saringan
mesh-300. ( Dikocok /seperti saat kocok pakan).
c)
Masing-masing jenis pupuk jangan di campur saat
perendaman.
d)
Setelah penyaringan, Skelon harus tetap dipisahkan
dari campuran pupuk pertanian.
e)
Vitamin B12 dan Vitamin H
(Biotin) dipersiapkan dengan cara melarutkan 100 mg
dalam 1000 ml aquadest dan penggunaannya masing-masing 2-4 ppm dari larutan
tersebut.
f)
Sodium Silikat dilarutkan
terlebih dahulu dengan air tawar, dengan perbandingan 1 : 30 ( 1 ml
silikat : 30 ml air tawar)
5. Teknik Pemupukan
Lakukan penebaran/pemberian
pupuk secara berurutan, yaitu : Skelon,
Pupuk pertanian, Vitamin dan terakhir Sodium Silikat dengan durasi waktu masing
–masing ± 5 menit. Lakukan sesuai urutan tersebut untuk menghindari
terjadinya penggumpalan atau pengendapan pupuk yang ditebar. Pemanenan:
dengan cara langsung bersamaan air media kulturnya dengan menggunakan pompa
celup dan didistribusikan ke bak larva udang (Ditjenkan 2005).
B. Skeletonema
Skeletonema merupakan alga
coklat yang di klasifikasikan :
Phylum : Chrycophyta
Clas :
Bacillariophyceae
Sub, Class : Centricae
Ordo : Centrales
Family : Skeletonemaeae
Genus
: Skeletonema
Spesies
: Skeletonema sp.
Skeletonema.sp adalah jenis
phytoplankton bersel tunggal, Sel
individu berukuran lebar 6-10 m dan panjang 20-25 m dengan cakupan filamen
mencapai panjang 500 m berisi sekitar 15-20 sel. Bentuk sel
seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel dan tidak memiliki alat
gerak. Proses pembelahan sel yang berulang-ulang menyebabkan sel skeletonema
mereduksi sehingga mencapai generasi tertentu, unsur hara yang di perlukan
untuk perkembang biakan skeletonema adalah N,P,Si,Fe. Dan unsur mikro lainnya (Fast, A.W dan
Laster L.J., 1992)
B.
Pelaksanaan Kultur skeletonema
sp
Pada kultur murni skeletonema pemberian aerator
pada toples sangat di perlukan karena skeletonema akan memerlukan oksigen
terlarut yang cukup untuk hidupnya. Pemberian aerator di sesuaikan dengan besar
toples dan kepadatan skeletonema yang di kultur di dalamnya. Hal ini bertujuan
agar jangan sampai telur skeletonema hancur yang akan mengakibatkan kegagalan
dalam pengulturannya. Sesuai dengan pernyataan Djarijah
(1995), aerasi di perlukan terutama untuk pengadukan media
sehingga tidak terjadi stratifikasi suhu pada air media dan sebagai akselerasi pamasukan udara terutama CO2 dan
O2. Akselerasi yang baik untuk Skeletonema tidak terlalu besar, karena
apabila aerasi terlalu besar maka akan memutuskan
filamen sehingga skeletonema akan hancur.
Pada kultur massal skeletonema, air yang di
gunakan untuk mengisi bak kultur tersebut mempunyai kadar garam atau salinitas
27 ppt. nilai salinitas ini merupakan nilai yang optimal yang dapat di toleransi
oleh skeletonema. Salinitas optimal untuk pertumbuhan fitoplankton jenis
Skeletonema adalah berkisar antara 25-29 ppt Chen, (J dan Setty, H.P.C.
1991).
Pupuk Yang digunakan adalah:
Urea 60 ppm atau 60 g / ton
NaH2PO4 8 ppm atau 8 g / ton
Na2SiO3 6 ppm atau 6 g / ton
FeCl3 1 ppm atau 1 g / ton
EDTA 5 ppm atau 5 g / ton
-
Pupuk Yang telah ditimbang Sesuai
Artikel Baru kebutuhan.di masukkan Ke Dalam, bak Yang telah dioersiapkan sebelumbya Dan air laut yanmg sudah steril Artikel Baru
kadar garam sekitar 20-30%.
-
- Penghasilan kena pajak pupuk
melarut, bibit dimasukkan kedalam bak Skeletonema Kultur.
-
Lakukan Pemeliharaan Artikel Baru
culup mendapatkan Intensitas Cahaya
Plankton hijau adalah kelompok alga yang
paling maju dan memiliki banyak sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok
ini adalah oraganisme prokaryotik dan memiliki struktur-struktur sel khusus
yang dimiliki sebagaian besar alga. Mereka memiliki kloroplas, DNA–nya berada
dalam sebuah nukleus, dan beberapa jenisnya memiliki flagella. Dinding sel alga
hijau sebagaian besar berupa sellulosa, meskipun ada beberapa yang tidak
mempunyai dinding sel. Mereka mempunyai klorophil a dan beberapa karotenoid, dan
biasanya mereka berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi budidaya menjadi padat
dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak klorophil dan menjadi
hijau gelap. Kebanyakan alga hijau menyimpan zat tepung sebagai cadangan
makanan meskipun ada diantaranya menyimpan minyak atau lemak. Pada umumnya
unicel merupakan sumber makanan dalam budidaya dan filamen-filamennya merupakan
organisme pengganggu (Anonimuse, 1992).
A.
Chlorella
Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai
berikut :
Phylum : Chlorophyta
Class : chlorophyceae
Ordo : Chlorococeales
Famili : Chlorellaceae
Genus : Chlorella
Chlorella merupakan jenis alga bersel
tunggal, bulat telur, berwarna hijau, mempunyai cloreplast seperti cawan,
dindingnya keras padat dan garis tengahnya 2 – 8 mikron. Chlorella masih
dapat hidup pada suhu 40 º C tetapi tidak dapat tumbuh. Suhu optimal pada pertumbuhan chlorella
25º C - 30ºC. Salinitas yang optimal 24
– 30 ppt.
Chorella sp banyak digunakan sebagai pakan alami bagi rotifer
pada usaha perbenihan larva ikan. Chlorella
sp yang hidup di laut banyak mengandung asam lemak dari jenis w3 HUFA jenis 20:5w3, sedangkan yang hidup di
air tawar mengandung w3 EFA, jenis 18:2w6 dan 18:3w3. Dengan demikian, rotifer yang mengkonsumsi rotifer akan kaya dengan
asam lemak tersebut, dan hal ini sangat dibutuhkan oleh larva ikan untuk dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva yang
diberi pakan rotifer yang dikultur dengan Chlorella
sp dari jenis plankton laut mempunyai laju pertumbuhan dan kelangsungan
hidup yang tinggi (Kanazawa, 1988).
Menurut Mullyati, S., dkk, 2008 mengatakan
bahwa hasil analisa proximat protein rotifer yang diperkaya dengan ketiga
species Chaetoceros, Isochrysis dan Chlorella adalah sebagai berikut :46,65%;
46,90% dan 30,44%.
B. Dunaliella sp
Dunaliella salina diklasifikasikan sebagai berikut
:
Fillum : chlorophyta
Klass : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Familia :
Polyblephridaceae
Genus Dunaliella
(Bougis, 1979)
Dunaliella juga sering disebut flagellata uni seluler hujau (Green
Unicelulaer plagellata). Phytoplankton
ini mempunyai sepasang flagella yang sama panjangnya, sebuah kloroplast
berbentuk cangkir. Dunaliella salina
bersifat halaopilik, mempunyai s ebuah central pyrenoida. Bentuk selnya tidak stabil dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
dapat berbentuk lonjong, bulat, silindris, ellip dan lail-lain. Kondisi lingkungan, pertumbuhan dan
intensitas sinar matahari berpengaruh terhadap ukuran phytoplankton ini (Sylvester. B.D., Nelvy dan
Sudjiharno. 2002).
C. Tetraselmis
Tetraselmis
merupakan alga biru – hijau atau dikenal juga sebagai flegellata berklorofil
sehingga berwarna hijau, yang diklasifikasikan sebagai berikut :
Phillum : Chlorophyta
Klass :
Prasinophyceae
Ordo : Pyramimonadales
Genus : Tetraselmis (Bougis, 1979)
Tetraselmis merupakan alga yang bersel tunggal, mempunyai empat buah
flagella berwarna hijau (Green Flagella).
Dengan flagella tersebut maka tetraselmis dapat bergerak secara lincah
dan cepat seperti hewan bersel tunggal.
Ukuran sel tetraselmis berkisar antara 7 – 12 µm. Klorofil merupakan pigmen yany dominan
sehingga alga ini berwarna hijau, dipenuhi plastida kloroplast Dinding sel alga ini dibentuk dari selulosa
dan pectosa.
2.3.
Teknik Kultur Plankton.
Media tempat tumbuhnya pakan alami
sangat berbeda untuk setiap jenis pakan alami. Pada subbab sebelumnya sudah
dijelaskan berbagai jenis pakan alami yang dapat dibudidayakan. Setiap jenis
pakan alami tersebut mempunyai media tumbuh yang berbeda. Didalam buku ini akan
dibicarakan tentang media tumbuh dari phytoplankton.
Jenis phytoplankton yang banyak
dibudidayakan pada usaha budidayaperikanan laut adalah Chlorella, Tetraselmis
dan Skeletonema costatum. Dari ketiga jenis phytoplankton tersebut secara
proses pembuatan medianya hampir sama yang membedakannya adalah jenis pupuk dan
volume media yang digunakan. Media tempat tumbuhnya phytoplankton ini dapat
dikelompokkan dalam tiga tahap kegiatan yaitu isolasi dan teknik kultur murni
di laboratorium, teknik kultur skala semi massal dan teknik kultur skala
massal.
Media yang digunakan pada saat
inokulasi adalah media agar yang dilengkapi dengan larutan nutrien pengkaya ,
larutan trace element dan vitamin. Media nutrient tersebut mengandung bahan -
bahan kimia yang digunakan untuk sintesis protoplasma pada proses kulturnya.
Setelah media kultur skala laboratorium disiapkan langkah selanjutnya adalah
melakukan penebaran bibit pakan alami .
Kultur
murni dimedia cair ini dapat dilakukan dengan berbagai macam media yang sudah
biasa dilakukan. Adapun prosedur yang harus dilakukan adalah :
1) Siapkan erlemeyer yang telah
disterilisasi
2) Masukkan air laut dan pupuk sesuai
dengan media yang diinginkan pada setiap jenis phytoplankton
3) Lakukan inokulasi bibitphytoplankton
dari hasil kultur murni
4) Amati pertumbuhan phytoplankton
tersebut dengan menghitung kepadatan populasi phytoplankton.
Media
yang digunakan untuk teknik kultur phytoplankton skala semi massal berbeda
dengan teknik kultur murni. Pada teknik kultur ini dilakukan diruang terbuka
tetapi beratap transparan agar bisa memanfaatkan sinar matahari. Kegiatan ini
umumnya dilakukan
dalam
akuarium bervolume 100 liter sampai dengan bak fiber 0,3 m3. Bibit yang
digunakan untuk kultur semi massal berasal dari kultur murni. Bibit yang
digunakan diambil sebanyak 5 – 10% dari volume total yang akan dikultur
Teknik
kultur phytoplankton selanjutnya adalah teknik kultur skala massal, dengan
menggunakan bibit dari hasil kultur skala semi massal. Volume media kultur semi
massal 100 liter sampai 0,3 meterkubik.
Teknik
kultur yang terakhir adalah teknik kultur skala massal dimana pada teknik ini
bibit yang digunakan berasal dari teknik skala semi massal. Kegiatan ini
dilakukan pada bak-bakkultur berukuran besar dan dilakukan diluar ruangan
dengan volume berkisar antara 40 – 100 meterkubik (Martosudarmo
dan Wulani. 1990).
Langkah
kerja dalam menyiapkan media tempat tumbuhnya pakan alami phytoplankton semi
massal dan massal adalah :.
1. Siapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dan sebutkanfungsi dan cara kerja peralatan tersebut!
2. Tentukan wadah yang akan digunakan
untuk membudidayakan pakan alami !
3. Bersihkan wadah dengan menggunakan
sikat dan disiram dengan air bersih, kemudian lakukan pensucihamaan wadah
dengan menggunakan desinfektan sesuai dengan dosisnya.
4. Bilaslah wadah yang telah
dibersihkan dengan menggunakan air bersih.
5. Pasanglah peralatan aerasi dengan
merangkaikan antara aerator, selang aerasi dan batu aerasi, masukkan kedalam
wadah budidaya. Ceklah keberfungsian peralatan tersebut dengan memasukkan
kedalam arus listrik.
6. Masukkan air bersih yang tidak
terkontaminasi kedalam wadahbudidaya dengan menggunakan selang plastik dengan
kedalaman air yang telah ditentukan.
7. Tentukan media tumbuh yang akan
digunakan dan hitungjumlah pupuk yang dibutuhkan sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan.
8. Timbanglah pupuk sesuai dengan dosis
yang telah ditentukan.
9. Buatlah larutan terhadap berbagai
macam pupuk pada wadah yang sesuai, jika sudah terbentuk larutan masukkan
kedalam wadah yang digunakan untuk budidaya pakan alami
10. Media tempat tumbuhnya pakan alami
siap untuk ditebari dengan bibit sesuai dengan kebutuhan produksi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat
Adapun
waktu dan tempat yang telah disediakan pada Praktek di Balai Benih Air
Payau (BBAP) Takalar yaitu :
Hari
dan
Tanggal
: kamis , 29 November 2012
Jam
: 09.00 – 14.00 Wita
Tempat
: Balai Benih Air Payau (BBAP) Takalar pada Laboratorium
Pakan Alami, Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten Takalar
3.2. Metode Pengumpulan Data
Dalam melaksanakan Praktek metode
yang di gunakan antara lain :
b. Observasi
Observasi atau
pengamatan langsung berbagai kegiatan yang di lakukan pada pembuatan pakan
alami
c. Wawancara
Melakukan tanya jawab
secara langsung dengan staf dan pekerja yang berada dalam lingkungan praktek
dan melakukan diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai materi praktek
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Setelah
melakukan praktikum di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) maka didapatkan hasil
sebagai berikut :
1.
Plankton
yang di kultur di BBAP berdasarkan warna dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
plankton hijau dan plankton coklat.
2.
Teknik
pembudidayaan plankton yaitu :
a.
Persiapan
media kultur
b.
Kultur
skala laboratorium
c. Kultur skala intermediet dan missal
4.2. Pembahasan
A. Plankton
Yang di Budidayakan di BBAP Takalar
a. Plankton
coklat
Plankton
coklat adalah jenis plankton yang hanya memiliki klorofil terbatas sehingga
mereka berwarna coklat dan apabila jenis ini mendominasi di perairan akan
menimbulkan warna coklat pada perairan, contohnya chaetoseros dan skeletonema.
Hal
ini sesuai dengan pendapat (Fast, A.W dan Laster L.J., 1992) Mereka hanya memiliki chlorophyl a
dan c serta beberapa carotenoid seperti fucoxanthin sehingga membuat
mereka berwarna kecoklatan.
b. Plankton
Hijau
Plankton
hijau adalah jenis plankton yang secara fisik di katakn sebagai plankton hijau
karena bisa memberi efek warna hijau pada perairan, seperti chlorella dan
tetraselmis.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Anonimuse,
1992) Mereka
mempunyai klorophil a dan beberapa karotenoid, dan biasanya mereka berwarna
hijau rumput. Pada saat kondisi budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel
akan memproduksi lebih banyak klorophil dan menjadi hijau gelap.
B.
Kultur skala laboratorium
Kultur pada wadah erlemeyer 1000 ml,
Erlemeyer berisi air sebanyak 700 ml yang sudah diautoclave kemudian diberi
pupuk walne masing – masing sebanyak 1
ml. Ambil starter ( bibit) yang dari
wadah erlemeyer 500 ml sebanyak 150 ml kemudian diinkubasikan pada rak kultur
diruang ber AC yang dilengkapi lampu neon selama 4 - 5 hari. Starter (bibit) siap di kultur pada tingkat
selanjutnya.
Media
yang digunakan pada saat inokulasi adalah media agar yang dilengkapi dengan
larutan nutrien pengkaya , larutan trace element dan vitamin. Media nutrient
tersebut mengandung bahan - bahan kimia yang digunakan untuk sintesis
protoplasma pada proses kulturnya
Hal
ini sesuai dengan pendapat Djarijah (1995), aerasi di
perlukan terutama untuk pengadukan media sehingga tidak terjadi stratifikasi
suhu pada air media dan sebagai
akselerasi pamasukan udara terutama CO2 dan O2. Akselerasi yang baik untuk Skeletonema
tidak terlalu besar, karena apabila aerasi terlalu besar maka akan memutuskan filamen sehingga skeletonema akan
hancur.
Kultur
murni dimedia cair ini dapat dilakukan dengan berbagai macam media yang sudah
biasa dilakukan. Adapun prosedur yang harus dilakukan adalah :
·
Siapkan
erlemeyer yang telah disterilisasi
·
Masukkan
air laut dan pupuk sesuai dengan media yang diinginkan pada setiap jenis
phytoplankton
·
Lakukan
inokulasi bibitphytoplankton dari hasil kultur murni
·
Amati
pertumbuhan phytoplankton tersebut dengan menghitung kepadatan populasi
phytoplankton.
Adapun cara kultur murni (carboy) dilakukan dengan cara
(Cahyaningsih, 2005):
Media bersalinitas 31-32 ppt
Pupuk mix grade PA
Sterilisasi chlorinasi 10 ppm,
dan thiosulfat ≤ 5 ppm
Pertahankan pada suhu 25 0C,
pada lampu TL 40 watt 2 buah
Pemberian stater 1:7
Suplay co2 aerasi
Inkubasi 5-7 hari
C.
Kultur Semi Massal Dan Massal
Dilakukan
pengelolaan dan penyediaan phytoplankton mulai skala intermediate (
volume kultur 6 Ton) sampai skala massal ( volume kultur 30-50 Ton )
dengan detail kegiatan sebagai berikut :
·
Persiapan
Alat Dan Bahan
1. Siapkan peralatan yang akan digunakan untuk kultur phytoplankton yakni :
NO
|
JENIS ALAT
|
SPESIFIKASI
|
1
|
Fiber tank
tansparan
|
1000 liter
|
2
|
Filter bag
|
Rich
Filter Green 6 inch/80 cm. Ukuran 88 cm x 30 cm
|
3
|
Timbangan
duduk
|
Kapasitas
2 Kg.
|
4
|
Pitcher
plastik.
|
1000 ml
|
5
|
Ember
plastik
|
5 gallon
|
6
|
Beaker
glass
|
500 ml
|
7
|
Selang
benang
|
1” , 15
meter
|
8
|
Erlenmeyer
Glass
|
1000 ml
(u/ tempat Vitamin)
|
9
|
Gayung
hatchery
|
Æ 8.5
inchi
|
10
|
Pupuk
|
Lihat
tabel komposisi pupuk
|
11
|
Pompa
submersible 1,5 HP
|
-
|
12
|
Pompa
sentrifugal 2 HP
|
-
|
13
|
Pompa
DUB 0,5HP
|
-
|
2. Cuci bersih semua peralatan
yang akan digunakan untuk kultur phytoplankton, dengan menggunakan larutan
detergent dan bilas dengan air tawar.
3. Keringkan peralatan yang
sudah dicuci sebelum digunakan.
·
Persiapan
Air Media (Media Kultur)
1. Siapkan air dengan salinitas
25-27 ppt yang sudah diozon dan disaring dengan menggunakan filter bag.
2. Masukkan EDTA2Na 3-5 ppm kedalam
media dan beri aerasi dengan kekuatan sedang selama ± 12 jam.
3. Masukkan pupuk sesuai dosis
yang tertera pada tabel :
KOMPOSISIS PUPUK INTERMEDIATE & MASSAL
|
||||
PADA
KULTUR CHETOCEROS
|
||||
Jenis
Pupuk
|
30 Liter
|
1000
Liter
|
6000
Liter
|
Masal
|
Skelon
|
25
|
20
|
20
|
5
|
Urea
|
-
|
-
|
-
|
25
|
TSP
|
-
|
-
|
-
|
5
|
NPK
|
-
|
-
|
-
|
10
|
Silikat
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Vitamin
B12*
|
4
|
4
|
4
|
2
|
Vitamib
H*
|
4
|
4
|
4
|
2
|
·
Persiapan Pupuk
1. Skelon dan
pupuk pertanian direndam dalam air tawar selama 12-15 jam, kemudian
disaring dan haluskan dengan saringan mesh-300. ( Dikocok /seperti
saat kocok pakan).
2. Masing-masing
jenis pupuk jangan di campur saat perendaman.
3. Setelah
penyaringan, Skelon harus tetap dipisahkan dari campuran pupuk pertanian.
4. Vitamin B12
dan Vitamin H (Biotin) dipersiapkan dengan cara
melarutkan 100 mg dalam 1000 ml aquadest dan penggunaannya masing-masing
2-4 ppm dari larutan tersebut.
5. Sodium Silikat dilarutkan terlebih dahulu dengan air tawar, dengan
perbandingan 1 : 30 ( 1 ml silikat : 30 ml air tawar)
·
Teknik
Pemupukan
Lakukan penebaran/pemberian pupuk secara
berurutan, yaitu : Skelon, Pupuk pertanian,
Vitamin dan terakhir Sodium Silikat dengan durasi waktu masing –masing ± 5
menit. Lakukan sesuai urutan tersebut untuk menghindari terjadinya
penggumpalan atau pengendapan pupuk yang ditebar (Anonimus,
2002).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan yang telah
dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kultur phytoplankton merupakan
faktor yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan pakan alami bagi larva
ikan dan udang pada usaha pembenihan.
2. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal harus diperhatikan semua faktor yang mendukung
yaitu fisika, kimia, biologi dan lingkungan.
3. Untuk
menghindari terjadinya kontaminasi, karyawan, tempat dan peralatan yang
digunakan untuk kultur harus selalu dalam keadaan steril.
5.2. Saran
Sebaiknya
dalam melakukan praktek berikutnya mahasiswa tidak hanya melakukan pengumpulan
data akan tetapi harus terlibat langsung/langsung melakukan kegiatan kultur
plankton mulai dari kultur murni sampai kultur massal
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2002. Budidaya Vaname. SHS Aquatic
Marketing Service. PT Surya Hidup Satwa
Balai Budidaya Laut Lampung. 2005. Budidaya Fitoplankton dan
Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Deaprtemen Kelautan dan Perikanan. Lampung
Cahyaningsih, 2005. Live Feed Production
(Phytoplankton) Culture of Algae Pure and Mass Culture,
Chen, J dan Setty, H.P.C. 1991. Culture of Marine Feed Organisme.
UNDP/FAO. National Island Fisheries Institute. Kasertsart University Campus.
Bangkhen Thailand. 15pp.
Martosudarmo dan Wulani. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Pemeliharaan
Kultur Murni dan Masal Mikroalga. FAO. 33 Halaman.
Sylvester. B.D., Nelvy dan Sudjiharno. 2002. Persyaratan Budidaya
Fitoplankton dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Seri Budidaya
Laut no. 9 Balai Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Kelautan dan
Perikanan Lampung. Lampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar