Tugas :
Kelompok
MANAJEMEN SUMBERDAYA PESISIR
(Ekosistem
Lamun)
Disusun Oleh :
Kelompok III
MUH. Abdurrahmanto.MS 10594 00439 10
Muzakkir 10594 00428 10
Rosmayanti 10594
00462 10
Ahmat Hidayat 10594 004 10
Jurusan BDP
Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, hanya dengan izin-Nya terlaksana
segala macam aktifitas yang dilakoni oleh hamba-Nya. Shalawat, rahmat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw, yang kepada beliau diturunkan
wahyu Ilahi Al Quran, dan ditugasi untuk menjelaskan seta memberikan contoh
pelaksanaanya. Semoga tercurah pula kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau
serta seluruh umatnya yang setia. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih
kepada Dosen pembimbing (Abdul haris.S,pi) dan teman-teman yang telah membantu kami hingga makalah
ini dapat terselesaikan
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan
serta masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun.Semoga dengan terselesainya makalah ini, dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman sekalian.
Makassar, April 2013
penulis
|
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
I Potensi Padang Lamun ........................................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang....................................................................................... .... 1
1.2 Rumusan masalah...................................................................................
II Potensi Ekosistem Padang
Lamun..................................................................... 3
2.1 Ekosistem Padang Lamun.......................................................................... 3
2.2 Ekologis
Padang Lamun Dan Fungsinya................................................... 4
2.3 Pemanfaatan
Lamun Bagi Masyarakat....................................................... 4
III. Masalah Ekosistem Padang
Lamun ................................................................ 7
3.1 Masalah padang lamun.......................................................................... .... 7
3.2 Gangguan
Alam......................................................................................... 8
3.3 Gangguan
Dari Aktifitas Manusia............................................................. 9
VI. Model Pengelolahan Ekosistem Padang Lamun........................................
12
4.1 Pedoman
Pengelolahan Padang Lamun................................................ .... 12
4.2 Pengelolahan
Berwawasan Lingkungan............................................... .... 13
4.3 Pengelolahan
Berbasis Masyarakat....................................................... .... 14
4.4 Pendekatan
Kebijakan.......................................................................... .... 16
V. Penutup................................................................................................................ 18
5.1 Pengelolahan
Berbasis Masyarakat....................................................... .... 18
5.2 Pendekatan
Kebijakan.......................................................................... .... 18
|
Daftar
Pustaka ........................................................................................................ 19
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia mempunyai
perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di
kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota
laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup
di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling
berkesinambungan (Bengen, 2001).
Pada tahun belakangan
ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran
dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut sebagai
penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang
mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata.
Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam
pemenuhan kebutuhan di masa datang. Salah satu sumber daya laut yang cukup
potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologis lamun
mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan
produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber
makanan penting bagi banyak organisme.
Salah satu sumber
daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana
secara ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun
merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan
merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Biomassa padang lamun
secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah
700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun merupakan lingkungan laut
dengan produktifitas tinggi(Fahruddin, 2002).
|
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil yaitu sebagai
berikut :
1.
Apa saja potensi ekosistem lamun
2.
Apa saja Masalah yang terjadi pada ekosistem lamun
3.
Bagaimana pengelolaan ekosistem lamun
|
II. POTENSI
PADANG LAMUN (Seagrass Bad)
2.1 Ekosistem Padang Lamun
Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan sekitar 30.000 km2
yang dihuni oleh 13 jenis lamun. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem
di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun
mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad
hidup di laut dangkal, sebagai berikut (Azkab 1988):
1) Sebagai
produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem
terumbu karang (Thayer et al. 1975).
2) Sebagai
habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel
berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun
(seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan
berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi dkk, 1977).
3) Sebagai
penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan
oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu,
rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat
menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini
berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg
& Lowestan, 1958).
4) Sebagai
pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat
hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara
yang dibutuhkan oleh algae epifit (Saleh, 2003).
Ekosistem
lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun
pada perairan dangkal berfungsi sebagai (
Manez dkk, 1988):
1)
|
Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen
yang dibawa melalui tekanan–tekanan dari arus dan gelombang.
2) Daun-daun
memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.
3) Memberikan
perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang
lamun.
4) Daun–daun
sangat membantu organisme-organisme epifit.
5) Mempunyai
produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.
6) Menfiksasi
karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
2.2 Ekologis
Padang Lamun Dan Fungsinya
Selain itu secara ekologis padang lamun
mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir (Nontji, 2003), yaitu :
1) Produsen
detritus dan zat hara.
2) Mengikat
sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang
padat dan saling menyilang.
3) Sebagai
tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis
biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.
4) Sebagai
tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
2.3 Pemanfaatan Lamun Bagi Masyarakat
lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
baik secara tradisional maupun secara modern. Adapun pemanfaatan lamun tersebut
baik secara modern maupun tradisional yaitu sebagai berikut (Menez dkk, 1988):
Secara Tradisional
|
Secara
Modern
|
||
Ø Dimamfaatkan
sebagai pupuk atau kompos
Ø
Cerutu dan mainan anak-anak.
Ø
Dianyam menjadi keranjang.
Ø
Pembuat kasur (sebagai isi kasur).
Ø
Dibuat jarring ikan.
|
Ø
Penyaring limbah.
Ø
Stabilisasi pantai.
Ø
Bahan untuk pabrik kertas.
Ø
Makanan
Ø
Sumber bahan kimia.
Ø
Obat-obatan.
|
Di alam padang lamun membentuk suatu
komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas
lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air. bahkan ada jenis lamun yang
dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang
lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat
umum, jika dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang
dan ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem tersebut di kawasan pesisir
merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
|
Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai
makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai
ekonomis biota yang berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi (Romimohtarto
2001). Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta
manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan perkembanga teknologi, yaitu
produk obat-obatan dan budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun
untuk pupuk, bahan kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan
untuk pabrik kertas, bahan kimia, dan sebagainya. Peranan padang lamun secara
fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi tenaga gelombang dan
arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen
(Kiswara dkk, 1999). Peranannya di perairan laut dangkal adalah kemampuan
berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat dengan
tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan
padang lamun sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun
Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun dan
perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan tropika Australi
|
III.
MASALAH EKOSISTEM PADANG LAMUN
3.1 Masalah
Padang Lamun
Keberadaannya yang berada di daerah
estuaria dan pesisir, yang merupakan perbatasan antara daratan dan lautan,
menyebabkan padang lamun terancam oleh berbagai faktor yang disebabkan oleh
manusia, selain juga oleh perubahan iklim global saat ini.
Padang lamun diketahui
sebagai salah satu habitat yang rentan terhadap kerusakan. Aneka kegiatan
manusia diketahui memberikan dampak negatif yang merusak padang lamun. Kegiatan pembangunan
yang pesat dan perubahan peruntukan lahan di wilayah pantai telah meningkatkan
masuknya sedimen ke laut dan menimbulkan eutrofikasi. Bertambahnya pelumpuran
ini telah menaikkan konsentrasi lumpur, bahan organik, dan nutrien, serta telah
meningkatkan kekeruhan air laut, yang pada gilirannya mengurangi kedalaman laut
yang dapat dicapai cahaya matahari. Semua hal-hal ini berpengaruh buruk bagi
ekosistem padang lamun (Fairhurst dkk,2003).
Masuknya lumpur serta
berjenis-jenis bahan organik yang dihasilkan aktivitas manusia ke laut juga
telah meningkatkan jumlah dan jenis nutrien yang masuk ke padang lamun.
Sementara sebagian nutrien dibutuhkan untuk tumbuhnya lamun, sebagian nutrien
yang lain mungkin menghasilkan efek racun bagi lingkungan lamun. Nutrien yang
semakin banyak dalam air juga meningkatkan pertumbuhan alga epifitik yang
tumbuh menempel di daun-daun lamun, dan mengurangi kemampuan lamun
berfotosintesis.
untuk menyebutkan bahwa
pelumpuran dan naiknya jumlah liat (clay) dalam air laut melebihi ambang
tertentu, akan menurunkan secara tajam kekayaan spesies dan biomassa daun
komunitas padang lamun. Sensitivitas jenis-jenis lamun ini berbeda-beda
terhadap gangguan tersebut, mulai dari Syringodium yang paling sensitif hingga
Enhalus sebagai jenis yang paling tahan
(Duarte 2003).
|
Namun demikian Enhalus pun diketahui
cukup terpengaruh oleh pelumpuran dengan berkurangnya pembungaan dan
pembentukan buah pada air yang meningkat kekeruhannya. Kematian rumpun-rumpun
Enhalus karena siltasi itu pun diduga dapat menurunkan kapasitas reproduksi
Enhalus lebih jauh, mengingat pembentukan buah Enhalus berlangsung baik pada
kepadatan rumpun yang cukup tinggi. (Terrados dkk, 2003)
Meskipun lamun kini diketahui
mempunyai banyak manfaat, namun dalam kenyataannya lamun menghadapi berbagai
gangguan dan ancaman. Gangguan dan ancaman terhadap lamun pada dasarnya seperti
yang telah diungkapkan di atas dapat dibagi menjadi dua golongan yakni gangguan
alam dan gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik)
3.2 Gangguan Alam
Fenomena alam seperti tsunami, letusan gunung api, siklon, dapat
menimbulkan kerusakan pantai, termasuk juga terhadap padang lamun. Tsunami yang
dipicu oleh gempa bawah laut dapat menimbulkan gelombang dahsyat yang
menghantam dan memorak-perandakan lingkungan pantai, seperti terjadi dalam tsunami
Aceh (2004).
Gempa bumi, seperti gempa bumi Nias (2005) mengangkat sebagian dasar
laut hingga terpapar ke atas permukaan dan menenggelamkan bagian lainnya lebih
dalam. Debu letusan gunung api seperti letusan Gunung Tambora (1815) dan
Krakatau (1883) menyelimuti perairan pantai sekitarnya dengan debu tebal,
hingga melenyapkan padang lamun di sekitarnya.
Siklon tropis dapat menimbulkan banyak kerusakan pantai terutama di
lintang 10 - 20o Lintang Utara maupun Selatan, seperti yang sering
menerpa Filipina dan pantai utara Australia. Kerusakan padang lamun di pantai
utara Australia karena diterjang siklon sering dilaporkan. Indonesia yang
berlokasi tepat di sabuk katulistiwa, bebas dari jalur siklon, tetapi dapat
menerima imbas dari siklon daerah lain(Siklon Lena 1993), di Samudra Hindia
misalnya, lintasannya mendekati Timor dan menimbulkan kerusakan besar pada
lingkungan pantai di Maumere.
|
Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena
aktivitas hayati dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun.
Sekitar 10 – 15 % produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang kemudian
masuk dalam jaringan makanan di laut. Di Indonesia, penyu hijau, beberapa jenis
ikan, dan bulubabi, mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja memakan bagian
dedaunannya tetapi juga sampai ke akar dan rimpangnya.
3.3 Gangguan dari aktivitas manusia
Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang
disebabkan oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada lingkungan
lamun:
1) fisik yang
menyebabkan degradasi lingkungan, seperti penebangan mangrove, perusakan
terumbu karang dan atau rusaknya habitat padang lamun;
2) Pencemaran laut, baik pencemaran asal darat,
maupun dari kegiatan di laut;
3) Penggunaan alat tangkap ikan yang tak ramah
lingkungan;
4) Tangkap
lebih, yakni eksploitasi sumberdaya secara berlebihan hingga melewati kemampuan
daya pulihnya karang dari padang lamun untuk bahan konstruksi, atau untuk
membuka usaha budidaya rumput laut. Demikian pula terjadi di Teluk Lampung. Di
Bintan (Kepulauan Riau) pembangunan resor pariwisata di pantai banyak yang tak
mengindahkan garis sempadan pantai, pembangunan resor banyak mengorbankan
padang lamun.
Kerusakan Padang Lamun di Indonesia akibat gangguan
alam dan aktivitas manusia, adalah sebagai berikut:
1)
Kerusakan fisik
|
Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan padang
lamun disebabkan oleh aktivitas perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan
dan merusak padang lamun. Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan
pelabuhan juga telah melenyapkan sejumlah besar daerah padang lamun seperti
terjadi di Teluk Banten. Di Teluk Kuta (Lombok) penduduk membongkar karang.
2)
Pencemaran laut
Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari
kegiatan di laut (sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari
berbagai kegiatan manusia di darat seperti limbah rumah tangga, limbah
industri, limbah pertanian, atau pengelolaan lahan yang tak memperhatikan
kelestarian lingkungan seperti pembalakan hutan yang menimbulkan erosi dan
mengangkut sedimen ke laut. Bahan pencemar asal darat dialirkan ke laut lewat
sungai-sungai atau limpasan (runoff).
Masukan hara (terutama fosfat dan nitrat) ke perairan pantai dapat
menyebabkan eutrofikasi atau penyuburan berlebihan, yang mengakibatkan
timbulnya ledakan populasi plankton (blooming) yang mengganggu pertumbuhan
lamun. Epiffit yang hidup menempel di permukaan daun lamun juga dapat tumbuh
kelewat subur dan menghambat pertumbuhan lamun. Kegiatan penambangan didarat,
seperti tambang bauksit di Bintan, limbahnya terbawa ke pantai dan merusak
padang lamun di depannya.
Pencemaran dari kegiatan di laut dapat terjadinya misalnya pada tumpahan
minyak di laut, baik dari kegiatan perkapalan dan pelabuhan, pemboran,
debalasting muatan kapal tanker. Bencana yang amat besar terjadi saat
kecelakaan tabrakan atau kandasnya kapal tanker yang menumpahkan muatan
minyaknya ke perairan pantai, seperti kasus kandasnya supertanker Showa Maru
yang merusak perairan pantai Kepuluan Riau.
3)
Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan
|
Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat menimbulkan
kerusakan pada padang lamun seperti pukat harimau yang mengeruk dasar laut.
Penggunaan bom dan racun sianida juga ditengarai menimbulkan kerusakan padang
lamun. Di Lombok Timur dilaporkan kegiatan perikanan dengan bom dan racun yang
menyebabkan berkurangnya kerapatan dan luas tutupan lamun.
4)
Tangkap lebih
Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah
tangkap lebih (over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara
berlebihan hingga melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan diri.
Tangkap lebih bisa terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi dengan
lamun. Banyak jenis ikan lamun yang kini semakin sulit dicari, dan ukurannya
pun semakin kecil.
IV.
PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN
Pelestarian
ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk
dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif
terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan.
Pada dasarnya untuk
mengatasi masalah-masalah perusakan dan untuk menjaga serta melindungi
sumberdaya alam dan ekosistem padang lamun secara berkelanjutan, diperlukan
suatu pengelolaan yang tepat. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah:
1) penyuluhan
akan pentingnya peranan ekosistem padang lamun di lingkungan pesisir.
2) menyadarkan masyarakat agar mengambil peran
yang lebih besar dalam menjaga dan mengelola sumberdaya padang lamun;
3) pengaturan
penggunaan alat tangkap yang sudah terbukti merusak lingkungan ekosistem padang
lamun seperti potasium sianida, sabit dan gareng diganti dengan alat tangkap
yang tidak merusak lingkungan (ramah lingkungan) seperti pancing,
4) perlunya
pembuatan tempat penampungan limbah dan sampah organik.
4.1
Pedoman
pengelolaan padang lamun
1) Pengerukan
dan penimbunan seharusnya menghindari lokasi yang didominasi oleh padang lamun,
sebaiknya dijaga agar tidak terjadi pengaliran endapan pada lokasi padang
lamun. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memasang penghalang
Lumpur atau dengan strategi pengerukan yang menjamin adanya mekanisme yang
membuat sirkulasi air dan pasang surut dapat membewa endapan untuk menjauhi
daerah padang lamun.
2)
|
Usulan pembangunan di wilayah pesisir
(seperti pelabuhan, dermaga/jetty) yang mengubah pola sirkulasi air seharusnya
didesain untuk menghindari dan meminimalkan erosi atau penimbunan di daerah
sekitar padang lamun. Struktur desain seharusnya didasarkan pada keadaan lokal
yang spesifik.
3) Prosedur
pembuangan limbah cair seharusnya diperbaharui dan dimodifikasi sesuai
kebutuhan untuk mencegah limbah yang merusak masuk ke dalam padang lamun.
Limbah tersebut seperti limbah industri, limbah air panas, limbah garam, air
buangan kapal dan limpasan air. Pada umumnya solusi alternatif tersebut
diantaranya termasuk pemilihan lokasi yang berbeda untuk lokasi pembuangan
seperti pemilihan lokasi pipa pembuangn.
4) Penangkapan
ikan dengan “trawl” dan kegiatan penangkapan lainnya yang merusak seharusnya
dimodifikasi untuk meminimalkan pengaruh buruk terhadap padang lamun selama
operasi penangkapan.
5) Skema-skema
pengalihan aliran air yang dapat merubah tingkat salinitas alamiah harus
dipertimbangkan akibat terhadap komunitas padang lamun dan biota-biota yang
berasosiasi dengannya. Pengaturan yang tepat terhadap jadwal pelepasan air
dapat menjaga tingkat salinitas dalam kisaran yang diinginkan.
6) Lakukan
tindakan untuk mencegah tumpahan minyak untuk mencemari komunitas padang lamun.
Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pengukuran, program monitoring dan
rencana untuk menanggulangi kemungkinan terjadi tumpahan minyak.
7) Inventarisasi, identifikasi dan pemetaan
sumberdaya padang lamun sebelum berbagai jenis proyek dan aktivitas dilakukan
di lokasi tersebut.
8) Rekonstruksi
padang lamun di perairan dekat tempat yang sebelumnya ada padang lamun, atau
membangun padang lamun baru di lokasi yang ada padang lamunnya untuk mengganti
lamun alami di suatu tempat.
4.2
Pengelolaan Berwawasan Lingkungan
|
Dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi
pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya
alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi
akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri
secara menyeluruh. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut
perlu dipertimbangkan secara cermat dan terpadu dalam setiap perencanaan
pembangunan, agar dapat dicapai suatu pengembangan lingkungan hidup di pesisir
dan laut dalam lingkungan pembangunan.
4.3 Pengelolaan
Berbasis Masyarakat
Pengelolaan
ekosistem padang lamun pada dasarnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan
manusia agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan
mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan maka pengelolaan sumberdaya padang
lamun tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara
terpadu oleh beberapa instansi terkait. Kegagalan pengelolaan sumberdaya
ekosistem padang lamun ini, pada umumnya disebabkan oleh masyarakat pesisir
tidak pernah dilibatkan, mereka cenderung hanya dijadikan sebagai obyek dan
tidak pernah sebagai subyek dalam program-program pembangunan di wilayahnya.
Sebagai akibatnya mereka cenderung menjadi masa bodoh atau kesadaran dan
partisipasi mereka terhadap permasalahan lingkungan di sekitarnya menjadi
sangat rendah. Agar pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini tidak
mengalami kegagalan, maka masyarakat pesisir harus dilibatkan (Dahuri dkk, 2001).
Dengan
demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai
komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu,
persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan
kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir
(Bengen, 2001).
|
Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak
dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem
padang lamun adalah pengelolaan berbasis masyakaratak (Community Based
Management). Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengeloaan berbasis
masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola
sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu
diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu
kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber
daya alam pesisir adalah dekstrusi masayakarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian
yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya
pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut.
Konsep
pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik kepentingan
masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Cooperative Management (Pomeroy dan Williams, 1994). Dalam
konsep Cooperative Management,
ada dua pendekatan utama yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah (goverment
centralized management) dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat (community
based management). Dalam konsep ini masyarakat lokal merupakan partner
penting bersama-sama dengan pemerintah dan stakeholderslainnya
dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan. Masyarakat lokal merupakan
salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam, sehingga praktek-praktek
pengelolaan sumberdaya alam yang masih dilakukan oleh masyarakat lokal secara
langsung menjadi bibit dari penerapan konsep tersebut. Tidak ada pengelolaan
sumberdaya alam yang berhasil dengan baik tanpa mengikutsertakan masyarakat
lokal sebagai pengguna dari sumberdaya alam tersebut.
Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa ada dua komponen penting
keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat, yaitu:
1) konsensus
yang jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir, dan
peneliti (sosial, ekonomi, dan sumberdaya),
2) pemahaman
yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran dan tanggung jawabnya
dalam mengimplementasikan program pengelolaan berbasis masyarakat.
|
Konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki beberapa aspek
positif (Carter, 1996), yaitu:
1) mampu
mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan sumberdaya alam,
2) mampu
merefleksi kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik,
3) mampu
meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis,
4) responsif
dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan lingkungan local
5) mampu
meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada,
6) mampu
menumbuhkan stabilitas dan komitmen,
7)
masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola secara
berkelanjutan.
Dalam
pengelolaan ekosistem padang lamun berbasis masyarakat ini, yang dimaksud
dengan masyarakat adalah semua komponen yang terlibat baik secara langsung
maupun tak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem padang lamun,
diantaranya adalah masyarakat lokal, LSM, swasta, Perguruan Tinggi dan kalangan
peneliti lainnya. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun
berbasis masyarakat, kedua komponen masyarakat dan pemerintah sama-sama
diberdayakan, sehingga tidak ada ketimpangan dalam pelaksanaannya.
Pengelolaan
berbasis masyarakat harus mampu memecahkan dua persoalan utama, yaitu:
1) masalah
sumberdaya hayati (misalnya, tangkap lebih, penggunaan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan, kerusakan ekosistem dan konflik antara nelayan tradisional
dan industri perikanan modern),
2)
masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
sumberdaya hayati laut (misalnya, berkurangnya daerah padang lamun sebagai
daerah pembesaran sumberdaya perikanan, penurunan kualitas air, pencemaran).
4.4
|
Pendekatan Kebijakan
Perumusan
kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun memerlukan suatu pendekatan
yang dapat diterapkan secara optimal dan berkelanjutan melalui pendekatan
keterpaduan. Pendekatan kebijakan ini mengacu kepada pendekatan pengelolaan
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu, yaitu pengelolaan pemanfaatan
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara penilaian menyeluruh, menentukan tujuan dan sasaran
pemanfaatan, serta merencanakan kegiatan pembangunan. Pengelolaan ekosistem
padang lamun secara terpadu mencakup empat aspek, yaitu:
1) keterpaduan
wilayah/ekologis;
2) keterpaduan
sektoral;
3) keterpaduan
disiplin ilmu;
4) keterpaduan stakeholders (pemakai).
|
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Lamun
(seagrass) adalah tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh,
berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.
2) Ekosistem
padang lamun memiliki fungsi ekologi dan ekonomi.
3) Peranan ekosistem padang lamun adalah sebagai produsen
primer, sebagai habitat biota,sebagai penangkap sedimen dan sebagai pendaur zat
hara.
4) Di
Indonesia terdapat 12 jenis lamun di antaranya Enhalus acoroides, Halophila
decipiens, H. minor, H. ovalis, H. spinulosa, Thalassia hemprichii, Cymodocea
serrulata, Halodule pinifolia, H. uninervis, Syringodium isoetifolium,
Thalassodendron ciliatum dan Ruppia maritima.
5) Permasalahan
utama yang mempengaruhi ekosistem padang lamun adalah akibat pengaruh dari alam dan pengaruh dari manusia
6) Ada
8 pedoman pengelolan ekosistem padang lamun.
5.2 Saran
Pembangunan
di wilayah pesisir diharapkan
ke depannya lebih memperhatikan keberlanjutan ekosistem padang lamun karena
fungsinya yang sangat penting pada laut dangkal dan sekitarnya.
|
Daftar
Pustka
Azkab,
M.H.1988.Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan terumbu di
Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya,
Oseanografi,Geologi dan Perairan.Jakarta:Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Bengen,D.G. 2001.
Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Dahuri, Rokhim,
Dr. Ir. H. M.S,dkk.2001. Pengelolahan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan lautan
Secara Tepadu. Jakarta : PT. Pradnya pramita.
Fahruddin. 2002.
Pemanfaatan, Ancaman, dan Isu-isu Pengelolaan Ekosistem Padang Lamun, Program
Pasca Serjana, Institut Pertanian Bogor.
Fairhurst, R.A.
and K.A. Graham.2003.Seagrass bed-sediment Characteristics of Manly Lagoon. In: Freshwater Ecology Report 2003.Sydney:Department of Environmental Sciences, University
of Technology.
Kikuchi dan J.M.
Peres. 1977. Consumer ecology of seagrass beds, pp. 147-193. In P. McRoy and
C.Helferich (eds). Seagrass ecosystem. A scientific perspective. Mar.Sci.Vol
4.Marcel Dekker Inc, New York.
|
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/21/iptek/638686.htm,
2009
Husni. 2003.
Ekosistem Lamun Produsen Organik Tinggi. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menez, E.G.,R.C.
Phillips dan H.P.Calumpong. 1988. Sea Grass from the
Philippines. Smithsonian Cont. Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press,
Washington.
Nikijuluw, V. P.
H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan
Pembangunan Regional (P3R) dan PT Pustaka Cidesindo, Jakarta. 254 halaman.
Nontji. A. 2003. Pengelolaan dan Rehabilitasi Lamun. Program TRISMADES. http://www.d.yimg.com/kq/groups/25104075/.../name/REHABILITASI+LAMUN.doc. Diakses pada tanggal 08
Oktober 2010
Raharjo,Y.1996.Community Based Management di Wilayah
Pesisir.Pelatihan Perencanaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Pusat Kajian
Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Romimohtarto,K
dn Juwana,Sri.2001.Biologi laut : Ilmu Pngetahuan tentang Biologi Laut. Jakarta
: Djambatan.
Terrados, J. and
C.M. Duarte.2003.Southeast Asian Seagrass Ecosystem Under Stress: have we
improved
Saleh, M. 2003.
Analisis Konsentrasi Fosfat pada Akar, Batang dan Daun (Enhalus acoroides dan
Thalassia hemprichii) pada Daerah Puntondo Kabupaten Takalar. Skripsi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar
|
Zulkifli. 2003.
Pengelolaan dan Pengembangan Ekosistem Padang Lamun. Program Pasca Serjana,
Institut Pertanian Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar